SELAMAT DATANG, SUGENG RAWUH, WILUJENG SUMPING, WELCOME

Blog ini dibuat dengan berdasar keingintahuan dan minat terhadap perkembangan IT. Bila masih banyak kekurangannya mohon dimaafkan dan bila berkenan dapat memberikan masukan guna perbaikan kedepannya. Bimbingan dari sesama blogger sangat saya nantikan... trims.

Jumat, 09 September 2011

Alasan Si Kaya Cenderung Egois

VIVAnews - Bulan Ramadan dianjurkan untuk lebih banyak beramal. Namun, ada fenomena yang justru membuat si kaya enggan untuk berbagi. Seperti banyaknya pengemis musiman, anak yang dipekerjakan sebagai pengemis atau yang berpura-pura mengidap penyakit tertentu.

Ternyata, tidak hanya fenomena sosial seperti itu yang membuat orang enggan untuk berbagi. Menurut ilmuwan psikologi dan sosial Dacher Keltner, secara psikologis, orang kaya biasanya terobsesi pada diri sendiri. Mereka hanya mengkhawatirkan tentang kesejahteraannya sendiri.

Keltner mengatakan bahwa kekayaan telah membuat seseorang jadi kurang empati dan tidak peduli dengan lingkungan sekitar. "Mereka memiliki ideologi kepentingan pribadi dan cenderung memikirkan diri sendiri dibandingkan mereka yang kekurangan," ujarnya, dikutip dari Daily Mail.

Untuk membuktikan hal ini, ia telah melakukan 12 penelitian terpisah. "Kami mengukur empati, perilaku sosial, dan hal-hal yang berhubungan dengan kasih sayang," ujarnya.

Dari hasil 12 penelitiannya yang diterbitkan pada artikel berjudul 'Social Class as Culture: The Convergence of Resources and Rank in the Social Realm,' dan pada The Journal Current Directions in Psychological Science, kelas menengah ke bawah lebih menunjukkan empati, perilaku sosial yang baik, dan lebih menunjukkan kasih sayang terhadap sesama.

Keltner yang merupakan seorang profesor psikologi dari Universitas California, Berkeley, mengatakan bahwa orang kaya cenderung fokus pada dirinya sendiri. "Orang kaya akan tampak lebih terganggu dan akan menyibukkan diri sendiri seperti memainkan ponsel, menulis, dan menghindari kontak mata jika ada pengemis yang meminta sedekah," ujarnya.

Pada penelitian lain yang dilakukannya, ia meminta 115 orang dari kelas menengah ke atas dan ke bawah untuk melihat gambar kelaparan anak-anak di Afrika. Sensor untuk merekam respon saraf vagus ditempelkan di dada mereka, yang berfungsi membantu otak merekam dan merespon gambar menyentuh.

Setelah itu mereka diminta untuk memainkan permainan yang diberi nama 'dictator game'. Mereka pun dipasangkan dengan pasangan yang tak terlihat, memberikan poin 10 yang merepresentasikan jumlah uang, dan mengatakan bahwa mereka dapat menyumbangkan sebanyak mungkin atau sesedikit mungkin poin kepada pasangan mereka.

Ternyata, masyarakat kelas menengah ke bawah memberikan lebih banyak poin. Tidak terpengaruh gender, usia, dan etnisitas dari pasangan mereka.

http://kosmo.vivanews.com/news/read/239916-alasan-si-kaya-cenderung-egois

Tidak ada komentar:

Posting Komentar